Sabtu, 27 Agustus 2011

Peduli

Kamis, 25 Agustus 2011

  Hari ini bakal ada buka bersama (bukber) antara siswa MAN Insan Cendekia Serpong (ICS) dan siswa MAN Insan Cendekia Gorontalo (ICG). Bukbernya akan dilaksanakan di Cilandak Town Square (Citos). Bukber ini diprakarsai oleh siswa ICG. Bukber ini dilatarbelakangi karena antara angkatan 16 ICS dan angkatan 14 ICG terdapat hubungan, yaitu sama-sama menjalani tes masuk insan cendekia di hari yang sama.
  Yah... begitulah. Aku yang merupakan siswa ICS angkatan 16 pun bersiap-siap berangkat, dari nyari rute ampe nyari temen seperjalanan pun kulakuin. Aku dah bertekad bahwa bukber kali ini aku mesti berpartisipasi setelah tahun lalu sewaktu bukber j-co di PIM aku memutuskan untuk gak dateng.
  Habis dapet rute dan teman seperjalanan, aku mengkonfirmasi siapa aja yang bakal dateng, biar ntar pas disana ga kecele gara-gara ga ada yang dateng. Untung aja pada dateng.
  Perjalanan ini dimulai dari halte busway di pulogadung. Dari pulogadung, naik busway sampe halte dukuh atas 2, trus pindah koridor 6 dan brenti di halte deptan. Abis itu, belok kiri di perempatan trus nunggu kopaja P20. Kemudian, brenti di perempatan abis carefour, trus lanjut naek angkot putih 02, nyampe deh.
  Seperti acara bukber lainnya, di acara ini kami buka bersama yang dikoordinir oleh Hisky, siswa ICG di izzi pizza (keliatan udah kayak ngebajak satu cafe). Kami berkenalan satu sama lain dan mengobrol sampai azan maghrib berkumandang. Bukbernya dimulai dengan makan pizza rame-rame sampe udah pada kenyang trus pada "kabur" ke mushalla untuk salat maghrib (tumben pada inget).
 Abis shalat, saatnya makanan utama. Ada yang mesen spaghetti, daging, fettucini, dll yang pokoknya merupakan masakan itali. Pas udah pada kenyang, ditarikin dong iurannya(bayar, woi). Abis itu, secara tiba-tiba kami disuguhi pizza kembali, hmmmmm... nyamnyam... nikmat.
  It's time to take a photo. Mana ada abis acara kayak gini kagak pake foto-foto, pasti ada dong. Setelah puas foto-foto, pulang deh.
  Cara pulangnya? tinggal dibalik aja rutenya dengan sedikit modifikasi. Dari citos, jalan ampe bawah flyover deket jalan di antara 2 pertigaan(gile serem banget). Trus naek metromini 610 sampe blok M, dari situ langsung deh naik busway ke dukuh atas 1, trus pindah ke dukuh atas 2 dan langsung cabut ke pulogadung (gampang kan).
  Tapi, aku bisa kayak gini karena aku didorong terus ama ibuku untuk menghubungi teman seperjalanan agar dateng ke starting point yang udah dibuat. Trus pas pulang, kan udah malem banget tuh, mana ade angkot 23 yang keliaran sekitar pulogadung. Pilihan cuman ada dua: jalan kaki, sms alternatif angkot atau telpon minta dijemput. Pilihan pun jatuh di sms, sehabis di sms, tak diduga ibu menelponku dan mengatakan bahwa aku akan dijemput dikarenakan angkot 23 dah ga kliaran lagi. Ga cuman gitu doang ceritanya, aku berusaha mencari patokan agar yang ngejemput tahu bahwa aku ada disana. Sampe deh di PTC, langsung sms ke ortu patokannya, dan 20 menit kemudian sudah sampai rumah.
thanks a lot to my parents.

Jumat, 19 Agustus 2011

Resensi The Einstein Girl

Pada kali ini saya akan menulis resensi tentang buku The Einstein Girl karya Philip Sington

Detail Buku
Judul: THE EINSTEIN GIRL
Pengarang: Philip Sington
Penyunting: Zahra Ilmia & Anton Kurnia
Tebal: 525 hlm
Penerbit: Serambi
Cetakan: I, Mei 2010

Resensi Buku

Seorang gadis ditemukan tak sadarkan diri dan tanpa busana di tengah hutan. Tubuhnya penuh luka-luka walau tidak fatal. Dokter Brenner yang merawatnya menjamin bahwa pasien belum dalam kondisi bahaya, bahkan kondisi fisiknya cukup sehat. Walau begitu ia masih kehilangan orientasi. Karena yang ditemukan hanyalah selembar kertas pengumuman kuliah umum Albert Einstein, maka gadis itu  mendapat julukan dari media massa sebagai "The Einstein Girl".

Sang gadis secara tiba-tiba tersadar dari koma dan langsung menjerit. Ia terlihat histeris, seorang suster yang berusaha menenangkannya malah mendapat ancaman tusukan dari gelas yang dibantingnya ke kepala ranjang.

Dua minggu setelah gadis itu ditemukan pertama kali, Dokter Brenner melepaskan pasiennya yang masih belum memiliki nama untuk dirawat di Klinik Psikiatri Charite. Untuk selanjutnya gadis Einstein berada dibawah pengawasan dokter Kirsch.

Psikiater Martin Kirsch berpetualang melintasi Jerman, Swiss, dan Serbia demi mengungkap identitas sang "Pasien E" ini. Ia bertemu dengan istri Einstein, Mileva Maric di Serbia dan anak bungsu Einstein, Eduard Einstein di sebuah rumah sakit jiwa di Zurich.

Buku ini selain mengisahkan mengenai sepak terjang psikiater Martin Kirsch yang berusaha keras menyingkap kebenaran di balik kasus “Pasien E” ini, serta kisah kasihnya dengan sang gadis yang membawanya ke pedalaman Serbia, juga memberikan pengajaran mengenai ilmu fisika, terutama mengenai persamaan Einstein yang terkenal.

Persaman Einstein mengatakan bahwa cahaya bukan gelombang, melainkan berkas partikel-partikel energi yang disebut kuanta. Seperti berondong peluru kecil, pancaran cahaya akan mampu mengelilingi ruang hampa tanpa memerlukan eter untuk membawanya. Dan tidak seperti gelombang, partikel kuanta ini memiliki massa, seperti halnya benda yang memancarkan mereka. Itu berarti, partikel kuanta ini dipengaruhi gravitasi dengan suatu cara.

Meskipun diawal membaca buku ini langsung terselip rasa malas karena saking banyaknya tulisan dan alur yang kurang jelas. Akan tetapi, rasa malas itu terbayar dengan petualangan Martin di Serbia, Swiss, dan Jerman.

Buku ini memiliki pemilihan kata yang baik dan lumayan mudah untuk dimengerti. Saya merekomendasikan buku ini untuk para pembaca tingkat lanjut yang menyukai novel bertemakan fiksi sejarah.