Senin, 23 Juli 2012

Kapitalisme Orde Baru


Segera setelah Soeharto mengambil alih kekuasaan melalui supersemar, tangan tangan dingin kekuasaan dunia memindahkan topeng penjajahan dari penguasaan fisik bangsa pribumi kepada penguasaan ekonomi kapitalisme yang berawal dari Indonesia Investment Conference 1967 di Jenewa, Swiss.

Ini adalah konferensi investasi paling manipulatif dalam sejarah ekonomi bangsa Indonesia. Para kapitalis berdatangan ke Indonesia untuk melempar dadu dan bermain monopoli. Mereka berdalih berkunjung sebagai investor, datang untuk membantu membangun ekonomi negeri ini. Namun, sebenarnya mereka adalah bandit kapitalis. Mereka memilih lahan-lahan yang mereka inginkan dari Aceh hingga Papua. Mereka menggali tanah-tanah emas di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Mereka meledakkan gunung-gunung untuk merampok emas serta uranium, mereka menyelam ke dasar samudra untuk menambang minyak dan gas alam Indonesia.

Konferensi tersebut dihadiri oleh para kapitalis dunia industry, seperti David Rockefeller, David Roderick, dan Sir Eric Roll. Sementara itu, dari pihak Indonesia hadir H.Adam Malik, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dan Gandasubrata. Pertemuan tersebut juga dihadiri pelaku usaha Amerika Serikat dan Eropa Barat, di antaranya Williams R.Adam, Giovanni Agneli, Eberhad Herzog, dan puluhan eksekutif perusahaan kelas dunia lainnya. Di sinilah mereka menanam bibit kapitalisme, menjajah ekonomi bangsa, dan memanennya tiga puluh tahun kemudian.

Freeport mendapatkan bukit besar Erstberg, dan kemudian Grasberg yang mengandung emas dan tembaga di Papua Barat. Sebuah konsorsium Eropa juga mendapat nikel di sana. Raksasa Alcoa mendapat bagian terbesar dari bauksit di Indonesia. Sekelompok perusahaan Amerika, Jepang, dan Prancis mendapat jatah hutan-hutan tropis di Sumatra dan Kalimantan. Undang-undang tentang penanaman modal asing kemudian buru-buru disodorkan kepada Soeharto untuk mengesahkan “perampokan” ini agar bebas pajak untuk lima tahun pertama.